Apakah sinetron harus mendidik? Saya tak pernah merasa terdidik saat menonton Opera Van Java atau Ceriwis. Yang saya rasakan hanya terhibur, bisa tertawa, dan meniru cara mereka melucu. Atau tidak sekedar meniru, tapi improve joke-nya.
Oh mungkin inilah yang disebut mendidik. Apa yang kita saksikan dapat menjadi potensi yang positif di kemudian hari. Menonton Sule yang sangat lihai bermain kata lucu di Opera Van Java, membuat kita kreatif karena kita diberi pertunjukkan yang kreatif. Otak kita harus berfikir saat menerima maksud guyonannya lalu di kehidupan kita bisa menirunya untuk menghibur orang lain. Para pelawak lainnya pun merasa harus lebih lucu dari Sule dan mereka berusaha berlatih melucu agar mengalahkannya. Secara tidak langsung Sule telah mendidik kita. Mendidik para penonton maupun saingannya. Begitulah entertainment, memberi contoh yang baik yang bisa kita tiru untuk di kehidupan masyarakat dan bisa menjadi pemicu kualitas entertainer lainnya.
Film Amerikalah yang selama ini paling banyak menghibur sekaligus mendidik saya. Menunjukkan saya betapa sulitnya membuat film, betapa sulitnya membuat cerita, betapa sulitnya berakting, betapa banyaknya sejarah dunia, hingga betapa manusia memiliki banyak karakter yang akan kita temui seumur hidup. Film Amerika secara tidak langsung mendidik para penonton dan para pembuat film lainnya.
Lalu bagaimana dengan sinetron Indonesia? Seperti yang diceritakan kakak saya, Mas Herman, dalam sinetron Putri Yang Ditukar, adegan-adegannya sungguh tidak masuk akal dan tidak mendidik. Adegan menyelamatkan diri dari api terlalu mengada-ada. Apakah bisa ditiru di kehidupan nyata? Tidak hanya itu, apakah produksi sinetron ini telah memanfaatkan kreatifitas anak bangsa? Tidak. Apakah ada perkembangan yang signifikan dalam memperbaiki kualitas sinetron? Tidak. Tayangan sinetron Indonesia tidak berkembang. Karena sudah dianggap memuaskan konsumen Indonesia, lalu stagnan disitu saja. Tidak diperbarui, tidak menambah kualitas, tidak membuat para produsen sinetron berkompetisi untuk membuat yang berkualitas dan menakjubkan. Otak penonton dan pembuat sinetron menjadi seperti sinetronnya, stagnan tak berkualitas.
Maka ya, sinetron kita tidak mendidik penonton maupun pembuatnya. Tidak memberi contoh yang bermutu dalam kehidupan masyarakat dan tidak memberi efek kompetisi yang berkualitas di kalangan pembuat sinetron.
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Ada protes yang dilakukan oleh seseorang yang misterius. Protes ini menarik dan kritis. Kita diajak untuk mengumpulkan koin untuk menyumbang para pemain sinetron Indonesia agar tidak membintangi acara tidak bermutu dan berkualitas seperti Putri Yang Ditukar, Cinta Fitri, dan sebagainya. Mari bergabung di Gerakan Koin untuk Artis Putri Yang Ditukar. Hingga saat ini sudah ada 1,339 member yang turut mendukung. Semoga kemuakkan kita bisa membuat mereka berfikir dua kali dalam memproduksi tayangan tidak mendidik.
Baca juga:
[...] Sinetron Harus Mendidik – Mimit Tags thoughts [...]
Sayangnya masyarakat qt masih banyak yang terbuai dengan akting2 yang ga masuk akal. Dan sinetron Putri Yang Ditukar buat saya adalah sinetron krisis identitas
Saya dukung program ini
[...] Dian Paramita: Gerakan Agar Sinetron Indonesia Harus Mendidik The Seventh Seal » [...]
[...] Sinetron Harus Mendidik – Mimit [...]
bener tu ka….
cerita y labay banget deh haha….
masih mending kalo kita nonton OVJ dari pada nonton tu sinetron yg bisa berdampak negatif ya kan,bisa aja tu masyarakat kita ngelakuin hal yang mungkin terjadi dalam adengan itu yg gak sepantes y ditiru…. =D
waw; udah lama gag liat Sinetron: tapi emang bener lo: sinetron yang ditayangkan selama kurun waktu 2 tahunan ini udah kelewat batas dalam berkontribusi untuk memajukan pola pikir masyarakat; terutama orang dewasa; atau orang tua (secara ane dulu tinggal di daerah gan); pola pikir ala sinetron (khayal; gag masuk akal; dan penuh su’udzon) ; yah pola pikir itu yang menghinggapi ribuan ibu rumah tangga (khususnya); ibu rumah tangga yang harusnya jadi acuan bagi anak anaknya: so bagaimana kalao para ibu-ibu itu ter-poisoned by Sinetron? i think; gap antara well educated youth ama nggak makin jauh deh…
Jangan cuman gerakan koin u/ Putri yg ditukar aja, tp jg buat semua sinetron stripping, hentikan akting mrk. Buat jg koin u/ realigi, termehek mehek, dahsyat, inbox, derings. Acara” itu semua sampah, mengganggu bgt, merusak moral bangsa, mengganggu primetime. Saya dukung deh gerakan koin u/ acara TV yg gak bermutu, gak mendidik u/ menyelamatkan bangsa Indonesia tercinta dr pembodohan. Kita punya hak u/ merdeka dr acara TV pembodohan. Waktunya TV menayangkan tayangan TV yg menghibur dan mendidik, yg cerdas, sarat dg pendidikan kaya tahun 90-an, jaman cerdas
Hayooo.. nonton acara Sang Pendekar aja di Trans 7.. Ini bantu2 promosi biar bisa nuntut Trans 7 memajukan jam tayang.
saya ga pernah nonton sinetron, ga tertarik..
Btw, salam kenal:D
Gimana ya? Jaman saya kecil dulu masih ada sinetron sejenis “Sahabat Pilihan”, “Keluarga Cemara” atau “Deru Debu” dan kalau tidak salah produsernya bukan dari orang-orang etnis tertentu seperti yang sekarang ini. Bukan ada maksud untuk rasis
wah…
saya malah baru tau ada sinetron itu
Sinetron yg tak bermutu hanya untuk promosi albumnya nikita willy dan d’masiv setali tiga uang dengan Cinta Fitri, Tersanjung kini Putri yg ditukar, saya setuju gerakan koin untuk artis putri yg ditukar agar sinetrion kita lebih bermutu, lihat sinetron korea melalui tv LBS episode cukup 20 s/d 50 an tapi jalan ceritanya pas sekali untuk kehidupan sehari – hari, kalau sinetron kita nggak tahu awalnya bagus mulai disenangi pemirsa banyak rekayasa cerita yg kurang masuk akal……itulah dinegri ini senang semua segala hal yg penuh rekayasa…………………
Sepakat!
agar kedapan saya ga harus berdebat dan rebutan remot lg dgn ibu dan adik saya yg ngotot bgt nonton sinetron yg sangat membodohi itu, tiap hari pula tayangnya…
banyak Putri yang Ditukar di mana-mana ya
kayaknya yang lebih berhak mendapat koin bukan pemain, tapi produser…
Copyright © 2011 Dian Paramita. All Rights Reserved.
Mimits Themes
[...] Sinetron Harus Mendidik – Mimit [...]